Catatan untuk Denny J.A.: NKRI Bersyariah atau Ruang Publik yang Manusiawi?


Oleh : Rima Syahfitri, S.Ag.

Denny Januar Ali mengundang polemik. Denny J.A. mengundang polemik kalangan dengan pendapatnya jika suatu keyakinan (belief) sebagai pengalaman hidup bisa dikuantifikasi ke dalam suatu indeks (terukur, red).
Denny mengemukakan peringkat yang dimaksud adalah berkisar hubungan sosial menurut Alqur’an. Apakah pengalaman sosial tidak bisa diuji secara rasional.
Denny dalam tulisannya memberikan alasan atas tulisan yang dibuatnya, kepercayaan (belief) membutuhkan tafsir. Dalam (filsafat) fenomenologi agama, ajaran (doktrin) agama dan pengalaman individu adalah dua elemen yang saling melengkapi, yang satu sama lainnya saling menginformasikan. Sederhananya, seorang makin beriman dampak dari pengalaman hidupnya, atau pengalaman hidup seseorang makin berkualitas sejalan makin mendalamnya keimanan.
Alasan yang dikemukakan oleh Denny J.A., masuk akal, dalam Alquran surat  Al Baqarah ayat 44 - 46, Allah SWT menerangkan bahwa :
“Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebajikan, sedang kamu melupakan kewajibanmu sendiri, padahal kamu membaca al-kitab, maka tidakkah kamu berpikir?” (Al Baqarah : 44)
“Dan, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan, sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (Al Baqarah : 45)
“(Yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhan-nya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.“ (Al Baqarah : 46)
Dari beberapa kutipan ayat-ayat Alqur’an di atas, kita dapat melihat Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk melaksanakan segala bentuk aktivitasnya di dunia, kemudian mengajak manusia untuk berpikir segala bentuk kebaikan dan yang mana perbuatan buruk. Dari semua itu akan mendapatkan ganjaran masing-masing perbuatan tersebut.
Dalam paragraf berikutnya, Denny J.A., mengajak kita untuk mengetahui bagaimana cara mengukur secara ilmiah tentang tafsir akan kepercayaan benar-benar dijadikan pengalaman hidup yang bisa terhubung dengan realitasnya dengan didukung data kautitatif.

Untuk itu, Denny J.A. memilih Islamicity Index sebagai acuannya untuk menyempurnakan argumen. Dengan alasan indeks tersebut bisa dijadikan bahan refleksi akan pengalaman hidup, sosial individu atau perorangan.
Salah satu contoh yang disampaikan Denny J.A.,  ketika seseorang menjalankan ajaran agamanya, tentunya bukan dia sendiri yang menjalankan, akan banyak orang lain juga yang melaksanakan dengan cara yang sama. Walaupun tentunya tidak sama persis dengan yang bersangkutan. Dari situlah Denny J.A. bisa menyimpulkan apakah pengalaman hidup mereka sudah sesuai dengan ajaran atau doktrin agamanya dengan menggunakan indikator-indikator yang disediakan oleh Islamicity Index. Karena, menurutnya, yang dinilai adalah aspek hubungan sosial, bukan soal ajarannya.
Dari contoh tersebut di atas, menurut dia, akan terlihat adanya relevansi yang dapat digunakan untuk membuktikan konsep seberapa nyatanya belief (kepercayaan) dengan pengalaman hidup/sosial seseorang dalam menjalani  realitasnya.   
Mengenai konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang digaungkan oleh Habib Rizieq sejak tahun 2016 yang lalu, Denny J.A. menilai, bahwa konsep tersebut seharusnya dibuat lebih detail lagi. Konsep dua tahapan yang diajukan Denny antara lain, harus mampu dijalankan, kalau perlu dibuat lebih detail lagi, diturunkan dan diterjemahkan berdasar pada ukuran (indeks) yang bisa diukur tingkat keberhasilannya. Bukan sekedar wacana yang akan menimbulkan harapan-harapan yang tidak jelas.
Tahapan kedua yang diajukan Denny J.A. adalah tindak lanjut dari tahap pertama, setelah mendapat ukuran yang tepat, dilanjutkan dengan uji indeks yang telah dibuat berdasar pada data. Yaitu data negara-negara yang bisa dijadikan tolok ukur dan memiliki skor tertinggi dalam konsep bersyariah, sehingga konsep NKRI Bersyariah yang digadang-gadangkan Habib Rizieq nantinya bukan sekedar konsep semata.
Dalam hal ini apa yang diutarakan Denny ada benarnya, karena suatu teori ataupun konsep apa pun, apabila tidak dilandasi dengan sikap dan pandangan atau perbandingan yang lain, maka konsep atau teori apa pun akan tetap menjadi sebuah teori semata.
Salah satu isi pidato yang disampaikan Habib Rizieq tentang NKRI Bersyariah yaitu mendorong agar negara Indonesia mau mewujudkan negara ini menjadi negara yang hukum syariatnya sesuai dengan Alqur’an. Dengan tetap berdampingan dengan Pancasila.
Dalam Alqur’an, Allah SWT memberi kita tuntunan, bahwa Alqur’an diturunkan bukan hanya untuk kalangan muslim, melainkan umat sekalian alam. (Ali Imran : 138)
“Inilah (Al-Qur’an), suatu keterangan yang jelas untuk semua manusia dan menjadi petunjuk  serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.“
Konsep negara dengan menggunakan syariah Islam di dalamnya sudah ada sejak tahun 622 masehi/I hijriah yaitu dengan berdirinya negara Islam pertama oleh Nabi Muhammad SAW di Yatsrib (Madinah). Pemerintahan di Madinah sudah membentuk sistem pemerintahan daerah, hakim, dan politik luar negeri. (imahkaffah.blogspot.com dan Rapublika online. 2009)
Seiring berjalannya waktu, konsep negara dengan penerapan syariah Islam di dalamnya secara utuh sesuai dengan yang diterapkan oleh Nabi Muhammad, malah tidak diterapkan sepenuhnya oleh negara-negara yang mengaku negara-negara Islam, kebanyakan negara Islam menggunakan agama hanya sebagai instrumen untuk mengendalikan negara, justru negara-negara barat yang merefleksikan ajaran Islam, termasuk di dalamnya bagaimana mampu mengendalikan perekonomiannya. (kompas.com. 2014)
Indonesia berpeluang menjadi negara yang mewujudkan syariah Islam, tanpa perlu mengubah dasar negara. Cukup dengan menyesuaikan agar di Indonesia menjadi NKRI syariah saja. Sama halnya dengan  bank syariah, hotel syariah, dan syariah-syariah lainnya.
Denny J.A. memberikan penekanan pada konsep yang dibuatnya, bahwa Indonesia dengan berdasarkan Pancasila, sudah mengadopsi prinsip syariah yang diutarakan Habib Rizieq. Hanya, penerapan sanksi pada beberapa UU yang dibuat tidak mengakomodasi hukum pidana Islam.
Dari hal-hal terkait di atas, kita menggarisbawahi adalah, Indonesia adalah negara yang memiliki beraneka ragam agama dan kepercayaan. Penerapan konsep negara syariah secara utuh tidak akan bisa terwujud. Walaupun kita tahu mayoritas penduduk di Indonesia adalah muslim, akan tetapi menjalankan tatanan kehidupan sosial secara syariah, bisa saja diwujudkan. Toh, Islam datang ke bumi ini sebagai rahmatan lil ‘alamin. Wallahu ’alam bisshawab.

Komentar