Pendidikan Berbasis Agama dan Kearifan Lokal
Oleh : Rima
Syahfitri, S.Ag.*)
Dunia pendidikan kekinian tidak
seperti dahulu. Pada era 80 dan 90 an, siswa begitu hormat terhadap sosok guru,
apa pun sanksi diberikan kerap diterima dengan lapang dada. Mengadu ke orang
tua jangan berharap mendapat bantuan moril, sebaliknya orang tua mendukung
keputusan sang guru. Guru pun tulus memberi pengajaran dan pembelajaran.
Namun, beberapa tahun terakhir,
adab guru dan murid, serta murid dengan guru, mencoreng wajah pendidikan. Kita dikejutkan
kejadian siswa mem-bully gurunya di
hadapan rekan sekelas, siswa melakukan perlawanan dengan kekerasan, dan begitu
pula sebaliknya guru melecehkan siswa serta banyak lagi kejadian yang tak patut
di sebuah institusi yang notabane adalah sebuah wadah tempat berkumpulnya
orang-orang yang terdidik.
Pemberitaan negatif menyoal
pendidikan yang kadang viral di media social dan televisi, sangat miris dan tak
harus terjadi. Ada yang salah? Guru atau siswa terutama yang berkaitan dengan
sikap budi pekerti (akhlakul karimah).
Berita ini tidak hanya menimpa siswa selaku orang yang diajar, tetapi juga
berlaku untuk guru sebagai orang yang
memberi pelajaran.
Dan, ini menjadi perhatian
masyarakat luas. Siswa berani melaporkan gurunya dengan alasan penganiayaan dan
menjebloskan ke hotel prodeo, ada mahasiswa yang tega menghabisi nyawa dosen, pencabulan guru terhadap murid, kasus video
asusila sesama siswa, sampai narkoba
yang sudah masuk melalui pintu-pintu gerbang sekolah.
Oknum guru yang seharusnya digugu dan
ditiru ternyata pada zaman ini sudah banyak yang tidak berlaku. Seorang
pendidik yang seharusnya mampu memberikan tempat paling aman di luar lingkungan
keluarga ternyata pada saat ini terkadang tidak bisa menjadi jaminan sebagai
sosok yang dapat diberikan kepercayaan sebagai pengganti orang tua di lingkungan
yang bernama institusi pendidikan.
Hal serupa tidak jauh berbeda dengan, siswa
dalam ruang lingkup pendidikan. Adab seorang siswa jika berhadapan dengan guru
seharusnya hormat, santun, patuh, memberi salam, dan turut semua perintahnya. Hukuman
telat masuk sekolah, tidak membuat PR (pekerjaan rumah), menghafal perkalian
yang belum tuntas, berdiri hormat menghadap bendera, tidak membuat seorang
siswa mampu menumbuhkan bibit-bibit kebencian kepada seorang guru. Terkadang
kejadian-kejadian tersebut menjadi salah satu kenangan terindah yang mampu
diceritakan kepada anak sampai ke cucu keturunan.
Hukuman bagi mereka adalah salah
satu yang bisa membuat efek jera, memberi nilai-nilai positif bahwasannya
itulah dampak yang harus diterima tatkala tidak mampu mengerjakan perintah dan
aturan yang sudah ditetapkan. Lalu gambaran wajah pendidikan seperti apa yang
akan kita wujudkan di era revolusi industry 4.0., di era semua mengandalkan
kecanggihan teknologi berbasiskan internet.
Pengajaran Agama
Semua agama mengajarkan kebaikan
kepada pemeluknya. Tidak ada satu agama pun yang mengajarkan tentang keburukan dan
sifat tercela. Akhlak atau sifat yang baik akan membuahkan kebaikan,
sebaliknya, segala keburukan akan mendapat
ganjaran hukuman atau dosa.
Kebanyakan orang belum menyadari
sepenuhnya bahwa anak adalah salah satu unsur umat ini. Hanya, dia bersembunyi
di balik tabir kekanak-kanakannya. Apabila kita singkapkan tabir itu, pasti
kita temukan dia berdiri sebagai salah satu tiang penyangga bangunan umat ini.
Akan tetapi semua itu tidak akan tersingkap selain dengan bimbingan dan
pendidikan secara berkala, sedikit demi sedikit. Oleh karena itu, harus
dilakukan dengan perencanaan yang matang dan bertahap. (Asy-Syaikh Muhammad
al-Khidir Husain rahimahullah)
Dalam konteks agama Islam, Rasulullah
SAW sudah memberikan tuntunan kepada umatnya tentang bagaimana cara Nabi
mendidik anak. Orang tua sebagai guru dan pendidik pertama bagi anak, harus
memiliki tanggung jawab, mampu memberikan pondasi yang kuat dalam menerapkan
pola ajaran beragama secara benar. Pemahaman tentang mengenal Allah SWT sebagai
sang Pencipta dengan semua keagungan dan kuasaNya, yang mampu melihat setiap
hal yang dikerjakan manusia, tuntutan beribadah sampai bagaimana caranya hidup
berdampingan dengan makhluk Allah lainnya di muka bumi dengan damai.
Dengan
pendidikan agama yang benar, diharapkan di jenjang pendidikan
selanjutnya telah terbentuk sosok dengan karakter yang lebih baik. Apabila
sejak dini anak sudah dididik dengan kebaikan maka ia akan tumbuh dalam
kebaikan, sebaliknya bila dididik dengan keburukan, semuanya akan berakhir
dengan keburukan juga.
Mewujudkan karakter pendidik yang
sukses ala Nabi, ada hal yang paling mendasar yang harus dimiliki, walaupun
kesempurnaan manusia hanya dimiliki oleh para Rasul. Akan tetapi tiap
orang boleh melatih dirinya untuk bisa
memiliki akhlak yang baik dan juga sifat yang terpuji. Apabila sifat tersebut
mampu hadir pada seorang pendidik, maka dia mampu menjadi teladan bagi anak-anak yang
dididiknya. Sifat-sifat tersebut yaitu :
1. Tenang
dan tidak terburu-buru ( Diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Abbas Ra :
Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua perkara yang dicintai Allah : Tenang dan
tidak terburu-buru)
2. Lembut
dan tidak kasar ( Diriwayatkan oleh Muslim dari Jarir bin Abdillah Ra : Apabila
Allah menghendaki kebaikan pada suatu keluarga. Dia masukkan kelembutan di hati
mereka )
3. Hati
yang penyayang, kasih sayang yang dimaksud adalah mampu menyayangi seluruh umat
manusia
4. Memilih
yang termudah selama bukan termasuk dosa, Apabila menentukan diantara dua
pilihan dalam satu perkara, jika termasuk dosa, maka beliau (Rasulullah)
menjadi orang yang paling menjauhinya.
5. Toleransi,
yaitu kemampuan untuk memahami orang lain dalam bentuk yang optimal. Bukan
pandangan yang sempit, sehingga maknanya bukan kelemahan dan kehinaan, tetapi
memberi kemudahan sebagaimana yang diperbolehkan oleh syariat.
6. Menjauhkan
diri dari amarah. Sesungguhnya kemarahan, fanatisme dan rasialisme adalah sifat
negative dalam aktivitas pendidikan.
7. Seimbang
dan proposional, karena bersikap ekstrem adalah sifat yang tercela pada urusan
apapun, baik dalam urusan tiang agama, maupun aktivitas pendidikan.
8. Selingan
dalam memberi nasehat. Banyak bicara seringkali tidak memberikan hasil apa-apa.
Sebaliknya memberikan nasihat yang baik dengan jarang akan menghasilkan sesuatu
yang besar dengan ijin Allah. (Prophetic Parenting, hal 67-75)
Lantas, suatu ketika seorang anak
harus memperoleh hukuman atas sesuatu yang
terlanjur dilakukan, apakah ada metode menghukum anak yang mendidik.
Ajaran Islam menganggap bahwa hukuman merupakan sebuah pendidikan. Bukan pembalasan
dendam kepada anak. Hukuman adalah salah satu aspek penting dalam pendidikan
anak, orang tua dan para guru harus
selalu waspada dalam berinteraksi dengan anak-anak, memahami tabiat mereka dan
memilih hukuman yang sesuai serta tahu cara menghukum yang pantas. (Prophetic Parenting hal.272-294)
Sekolah berbasih Agama sudah
banyak bermunculan di tengah hiruk pikuk sistem pendidikan yang sudah baku dan
terstandar. Dengan harapan, mampu menjadi filter bagi anak-anak untuk lebih
banyak mendapat sentuhan agama, dengan semua ciri khasnya. Geliat dan kesadaran
orang tua untuk menjadikan anak-anaknya
lebih baik dalam pemahaman agama dan akhlak telah merubah pola fikir
mereka.
Tata kelola pendidikan berbasis
kultur daerah sebenarnya juga mampu memberi jawaban atas problematika yang
melanda wajah pendidikan kita. Kearifan lokal sebagai suatu budaya yang
diciptakan oleh aktor-aktor lokal melalui proses yang berulang, melalui
internalisasi dan interpretasi ajaran agama dan budaya dalam bentuk norma-norma
mampu dijadikan pedoman hidup sehari-hari bagi masyarakat.
(Seputarpengertian.blogspot.com)
Setiap daerah memiliki potensi
dan keunggulan yang bisa dikembangkan di wilayahnya, termasuk di dalamnya mampu
mengelola pendidikan dengan kultur setempat. Tradisi sejarah serta tradisi budaya akan mampu memberikan
pemahaman kepada siswa tentang nilai-nilai luhur yang akan tercipta dari sebuah
peradapan di masa lalu.
Belajar bagaimana anak
memberi, menerima, bersabar,
menghargai, menghormati, mencintai dan menyayangi sesama makhluk,
mencintai alam sekitar dengan tidak merusak, belajar j tentang mengenal adanya
sang pencipta jagat raya, semua itu adalah bagian dari kearifan lokal yang
seharusnya mampu kita lestarikan bersama. Bahkan nyayian dan tarian serta adat
istiadat yang sarat makna banyak mengandung pelajaran kebaikan serta
kisah-kisah dari perbuatan manusia.
Oleh karena itu, merubah tata
kelola dunia pendidikan dengan mengedepankan nilai-nilai agama serta kearifan lokal
patut dijadikan contoh untuk bisa merubah sifat (akhlak) anak didik kita yang
sudah mulai pudar, kembali menjadi terang benderang ditengah canggihnya tehnologi
komunikasi yang tidak mampu kita halangi masuk melalui mereka. Nilai agama
berpadu dengan budaya lokal seyogyanya mampu memberikan solusi terbaik terhadap
pendidikan yang ada pada masa kini.
*) Penyuluh Agama Honorer Kecamatan Telukbetung Selatan, Bandar Lampung
Komentar
Posting Komentar